Maulid Nabi Sebagai Momentum Peningkatan Ekonomi Masyarakat

 


Dalam perayaan maulid nabi, terdapat transpormasi modal social kedalam modal ekonomi, sebagian besar masyarakat, kaya maupun miskin merasa terdorong untuk menyeleggarakan seremonial rutin tahunan ini. Model perayaan yang dimaksud merupakan perayaan dirumah tangga dengan mengundang kerabat, keluarga, kawan untuk dijamu dan membaca sholawat, maupun perayaan yang diselenggarakan secara kolektif disuatu lingkungan masyarakat.

Dengan banyaknya rumah tangga yang merayakan maulid nabi secara tidak langsug dapat mendorong dan mengangkat perekonomian dengan meningkatnya permintaan yang mana hal tersebut juga akan meningkatkan rumah tangga sebagai reaksi dari tingginya pemintaan.

Sebelum memaparkan bagaimana transpormasi modal social menjadi modal ekonomi, penulis akan memaparkan terlebih dahulu pengertian modal social itu sendiri. Modal social didefinisikan sebagai keuntungan dari kerjasama jaringan, yaitu sumber daya sesuai dengan modal dan manusia (Snedsen,2001). Modal social juga bisa didefinisikan sebagai pengetahuan, pemahaman, norma, aturan, dan harapan bersama tentang pola interaksi individu dalam kelompok menghasilkan aktivitas berulang (Fragkandreas,2012). Definisi lain dikatakan modal social merupakan sebuah asset kolektif dalam bentuk norma-norma bersama, nilai-nilai, keyakinan, kepercayaan, jaringan, hubungan social, dan lembaga yang mengfasilitasi kerjasama dan aksi kolektif yang saling menguntungkan (Bhadari dan Yasunobu 2009).

Peningkatan ekonomi masyarakat dan pengentesan kemiskinan selalu menjadi “janji manis” para calon pejabat yang mengkampanyekan dirinya. Meskipun demikian, kemiskinan masih belum bisa dilepas dari masyarakat.

Kemiskinan merupakan keadaan yang tidak harapkan oleh semua orang. Namun faktanya kemiskinan masih ada dimana-mana, baik itu kemiskinan absolute yang mana memang kemiskinan itu terjadi karena individu tidak bisa berbuat apa-apa, seperti karena usia renta, cacat ataupun karena belum memiliki keahlian. Atau yang kedua kemiskinan relative yang terjadi karena dibandingkan dengan orang lain disekitarnya.

Kemiskinan pada mulanya hanya diukur dari tingakat pendapatan saja, namun kini makna kemiskinan sudah meluas dengan meliputi jumlah kalori makanan, tingkat pendidikan, kondisi rumah dan instrument-instrumen social ekonomi lainnya. Hal tersebut memang memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung.

Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa momen mauled Nabi ini bisa mendongkrak permintaan pasar. Dengan tingginya permintaa maka penawaran dan produksi juga akan ditingkatkan untuk mendapatkan titik equilibrium (keseimbangan) yang tinggi dalam neraca permintaan dan penawaran.

Diana,dkk dalam papernya yang berjudul “ Peran Kraton Kasepuhan dalam Membangun Ekonomi Kearifan Lokal Melalui Tradisi Pasar Muludan” telah menjelaskan bahwa masyarkat sekitar dan dari luar kawasan kraton memanfaatkan momentum Maulid Nabi yang menjadi daya tarik wisatawan untuk mendapatkan keuntungan. Mulai dari menyiapkan kebutuhan para turis seeperti makanan, minuman bahkan sebagian dari mereka memanfaatkan wawasannya untuk menjadi pemandu wisata.

Pasar kaget Muludan ini muncul setahun sekali pada saar sebulan sebelum perayaan hari besar Islam yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW. 12 Rabiul Awal atau disebut dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tempat yang dimana dijadikan sebagai lokasi pasar muludan berada di lingkungan Keraton kasepuhan yang tepatnya di Alun-Alun lapangan keratin kasepuhan, yang luasnya sekitar 130 x 130 meter. Alamat Keraton Kasepuhan itu sendiri berada di Jalan Kasepuhan No.43 Kampung Mandalangan,Kelurahan Kasepuhan,Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat.

            Selain dari pemanfaatan kearifan local dan tingginya permintaan, mauled nabi juga bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu dengan mentraspormasi modal social (solidaritas dan gotong royong masyarakat) kedalam modal ekonomi.

            Keterbatasan APBN maupun APBD menjadikan peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan berjalan secara lambat, maka dari itu hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab bersama, dalam ekonomi Islam orang-orang yang memiliki kelebihan harta memilki beban moral untuk untuk meinfaqkan sebagian hartanya demi keejahteraan msyarakat sekitar.

            Firmasyah,dkk (2019) menjelaskan setidaknya ada beberapa instrument dan upaya untuk melakukan transpormasi modal social ini.

Pertama, perlu dibangun pemahaman (mind set) secara kolektif atau semacam gerakan besar yang terus dikampanyekan bahwa mengentaskan kemiskinan juga bagian dari hokum (Syariat Agama). Secara syariat orang dituntut untuk kaya, sehingga dapat membantu orang lain dan berlipat ganda pahala dan secara syariah manusia berkewajiban menolong manusia yang lainnya.

Kedua, perlunya sosok tokoh agama yang menjadi seorang informal leader, dengan demikian kepala daerah (baca : kepala desa atau lurah) memiliki “partner” dalam menjalankan kewajibannya untuk mensejahterakan masyarakat. Tokoh agama penting mengambil peran dalam perekonomian, karena secara psikologi (batin) tokoh agama memilki kedekatan lebih dengan masyarakat dibanding dengan pemerintah daerah.

            Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa mauled Nabi merupakan momentum yang dapat dijadikan sebagai peningkatan perekonomian masyarakat. Dengan animo masyarakat dalam merayakan mauled nabi akan meningkatkan permintaan terhadap pasar yang mana hal itu bisa meningkatkan penawaran dan pendapatan masyarakat. Kemudian modal social dalam perayaan mauled Nabi terbut dapat ditranspormasi kedalam modal ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.