Mengapa Harus Ada Ekonomi Islam
Oleh : Asep Iskandar
Dewasa ini trend ekonomi syariah atau ekonomi Islam sedang diperbincangan dan terus dipelajari, namun pernahkan kita berpikir kenapa harus ada ekonomi Islam?, berikut penjelasannya.
Revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi di Eropa Barat sejak abad ke-16 Masehi menyebabkan pamor dan institusi gereja (agama Kristen) di benua tersebut menurun drastis. Hal ini terjadi karena dogma yang dipegang dan diajarkan oleh tokoh-tokoh gereja pads abad tersebut jelas-jelas bertentangan dengan fakta-fakta yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan. Akibatnya banyak proses sekularisasi didunia Eropa Barat dalam segala bidang, termasuk dalam ilmu pengetahuan, Agama, Tuhan, nilai-nila, dan norma secara drastis dikeluarkan dalam sturuktur pemikiran para ilmuwan. Oleh karena itu, lahirlah ilmu pengetahuan yang bersifat posivistik. Ilmu posivistik hanya menjawab pertanyaan "What Is?" yakni hanya mejelaskan fakta-fakta secara apa adanya. Oleh karena itu, tugas ilmu pengetahuan hanya menjadi to explain ( menerangkan hubungan antarvariabel). dan to predict (meramalkan kejadian dimasa depan berdasarkan teori yang ada). Pertanyaan normatif "what should?" "whtat best?" yang mempertanyakan yang terbaik dan apa yang harus dilakukan, dikesampingkan. Jawaban pertanyaan ini diserahkan sepenuhnya pada setiap individu berdasarkan selera pribadi. Ini adalah sangat renaissance-humanisme (Kebangkitan manusia) dan gerakan aufklarung (pencerahan) di Eropa Barat. Manusia menjadi titik sentral untuk menentukan baik-buruk dan jalan hidupnya. Karena itu, dengan semangat renaissance ini manusia Eropa Barat sejak abad ke-16 membebaskan dirinya dari "Belenggu dan Kungkungan" agama dan Tuhan.
Produk pemikiran dan ilmu pengetahuan yang dihasilkan-pun mengalami nasib yang sama. Ilmu menjadi tersekularisasi dan dibebaskan dari nilai-nilai. Paradigma Cartesian dengan metode analisanya- walaupun banyak sekali manfaatnya- menyumbangkan tambahan permasalahan. Metode ini menyebabkan fragmentasi pemikiran dan reduksionisme dalam sains, yakni kenyakinan bahwa semua aspek yang begitu kompleks dari suatu fenomena dapat dipahami hanya dengan memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Akibantnya sosiologi, politik, antropologi, dan ekonomi dalam ilmu sosial misalnya, diperlakukan sebagai ilmu yang independen. Karena itu sebagai contoh, ahli politik mengabaikan faktor-faktor ekonomi, sementara ahli ekonomi mengabaikan dimensi politis dan sosial dalam kerangka teori yang dirumuskannya.
Kesimpulan : Dikarenakan ekonomi konvensional telah menghilangkan variabel (nilai) keagamaan, sehingga hampir tidak ada batasan dalam melakukan pilihan dalam melakukan kegiatan ekonomi baik itu produksi maupun konsumsi. Dengan adanya ekonomi Islam yang dimasukkan variabel keagamaan (Islam) akan memberikan batasan dalam menentukan pilihan dalam produksi maupun konsumsi.
