Hukum Jual Beli Inden
Agustus 31, 2021
Melihat banyaknya para pengusaha pemula (orang yang baru memulai bisnis), terutama para siswa sekolah yang ingin belajar berwirausaha biasanya akan memulai dengan melakukan jual beli inden (Pre-Order). Hal tersebut yang mendorong penulis untuk membahas sedikit mengenai hukum jual beli inden.
Sebelum membahasnya terlalu jauh mari Kita ketahui terlebih dahulu pengertian jual beli inden.
Pengertian Jual-Beli Inden (Pre-Order)
Inden menurut arti leksikelnya adalah pembelian barang dengan cara memesan dan membayar terlebih dahulu. Jika dilihat dari rumpun akadnya, maka inden ini masuk rumpun akad jual beli barang yang "belum ada". Istilah "belum ada" ini buka berarti "tidak ada". Perbedaanya sebagai berikut :
Barang Belum Ada
Menyimpan makna bahwa barang itu tengah dalam proses pencetakan, atau tengah dalam proses pengiriman, atau tengah dalam proses diadakan. Ciri dan spesifikasi barangnya sudah diketahui karena sampelnya sudah diuji coba atau ada contoh gambarannya. Dengan berbekal pengetahuan terhadap ciri dan spesifikasi barang itu (product knowledge), pembeli bisa melakukan pesan rakit barang (istishna) ke produsen.
Barang Tidak Ada
Merupakan barangnya memang benar-benar tidak ada karena tidak diadakan atau tidak berusaha mengadakan. Karena tidak berusaha diadakan, maka ciri dan spesifikasi barang secara jelas tidak bisa ditentukan. Jika spesifikasi barang secara jelas tidak ditentukan. Jika spesifikasi barang tidak bisa ditentukan, bagaimana ia bisa dihargai? Sudah pasti tidak bisa dihargai. Karena harga barang terbentuk disebabkan oleh karena adanya gambaran kualitas barang.
Barang barang "belum ada" atau barang "tidak ada" keduanya adalah sama-sama ghaib (belum nampak) saat akad sedang berlangsung. Yang menjadi persoalan adalah, benarkah bahwa jual-beli barang yang belum ada ini hukumnya terlarang secara ijma' (kesepakatan ulama)? Berikut penjelasannya dari para ulama.
Jual Beli Pesan (Jual Beli Salam)
Inden itu hakikatnya adalah jual beli dengan sistem pesan. Oleh karenanya para ulama sering menyebutnya sebagai akad jual beli barang yan bisa disifati dan ada dalam tanggungan (bai' maushuf al dzimmah).
Syarat jual beli salam ini mengaharuskan hal-hal berikut :
Pertama, barang harus sudah diketahui ciri dan spesifikasinya oleh pembeli. Berdasarkan sifat keharusan pembeli mengetahuii barang yang akan dibeli ini, jual beli pesan dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
- Jual beli barang yang pernah dilihat oleh pembeli.
- Jual beli barang yang belum pernah dilihat oleh pembeli, namun pembeli familiat dengan tipe barang sejenis sebelumnya.
- Jual beli barang yang belum pernah dilihat oleh pembeli dan pembeli belum familiah dengan tipe barang yang sebelumnya.
- Jual beli barang yang tidak ada sama sekali.
Untuk Kategori jual beli barang (point 1-3), para fuqaha' empat mazhab justru membolehkannya, dengan catatan wajib adanya khiyar syarat, yaitu bila barang tidak banyak menyimpang dari ketentuan yang tertuang didalam spesifikasi, maka akad yang terjadi adalah boleh dilangsungkan. Pembeli bisa melakukan opsi pembatalan, jika ditemui spesifikasi barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang ditawarkan.
Jadi, dalam hal ini, sama dengan ketentuan jual beli barang inden. Wajib berlaku adanya khiyar syarat yang membolehkan pembeli membatalkan akad jual beli, jika ditemui ketidaksesuai barang dengan spesifikasi yang ditawarkan.
Kedua, barang adakalanya sudah ada didalam tempat penyimpanan penjual, dan ada kalanya belum ada namun tengah diadakan oleh penjual.
Untuk kategori barang yang sudah ada ditempat penyimpanan penjual, tidak ada khilaf dari paa ulam akan kebolehannya. Karena jual beli yang terjadi adalah termasuk rumpun akad yang masyhur, yaitu akad salam.
Adapun untuk barang yang belum ada digudang penjual, ada satu kemungkinan, yaitu : barang masih berada ditangan orang lain. Dalam situasi seperti ini, boleh hukumnya bagi penjual untuk menjual barang tersebut, dengan catatan ada ijin dari pihak yang memiliki barang secara langsung. Peran dari penjual dalam hal ini adalah menyerupai peran dropdhipper, wakil, atau bahkan samsarah (makelar).
Ketiga, harga pokok barang sudah diketahui oleh pembeli.
Keempat, ada masa penyerahan barang yang disepakati, baik antara penjual maupun pembeli.
Istishna'
Istishana' merupakan akad pesan perakitan barang. Akad ini termasuk akad pengembangan dari jual beli. Ruang masuk bagi sahnya akad ini adalah :
1. Sifat barang diketahui (maushuf)
2. Penjual menjamin kahadiran barang sesuai dengan dipesan (fi al dzimmah).
Akad ini kerap dipergunakan dalam pesan perakitan pesawat,kapal selam,proyek tol, pendirian gedung, bahkan untuk barang kecil semisal buku atau komputer. Sistem pemesanan semacam ini disebut inden, karena antri tunggu. Syarat yang harus dipenuhi sama dengan syarat jual beli salam, dengan keharusan adanya khiyar (opsi melanjurkan atau membatalkan transaksi) bagi pembeli.
Kesimpulan
Akad jual beli inden (jual beli salam/pre-order) diperbolehkan, dengan beberapa ketentuan sebagai mana disebutkan diatas.
Wallahu a'lam bish shwab
Note : Tulisan ini diadopsi dari laman nu online (islam.nu.or.id).
